Widget HTML #1

AIM ForU Blogger Blogspot

Bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan?

Mau tahu bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan? Pahami metode dan rasio kunci agar bisa tahu saham itu underpriced atau overpriced

Mau tahu bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan? Pahami metode dan rasio kunci agar bisa tahu saham itu underpriced atau overpriced

Keluarga Atomy ~ investasi pasar saham bursa efek Indonesia

Banyak investor berinvestasi tanpa tahu harga saham yang mereka beli sebenarnya mahal atau murah. Valuasi saham adalah proses menentukan nilai intrinsik atau nilai wajar sebuah perusahaan. 

Ada dua metode valuasi utama: 

  • Valuasi Relatif, menggunakan rasio valuasi seperti P/E Ratio, P/B Ratio, dan EV/EBITDA untuk membandingkan dengan pesaing.

  • Valuasi Intrinsik, menggunakan DCF (Discounted Cash Flow) yang paling komprehensif. 

    • Tujuan utamanya adalah mencari Margin of Safety dengan membeli saham underpriced, yang berarti harga pasar jauh di bawah nilai intrinsiknya, menghindari pembelian saham overpriced



Mengapa Valuasi Saham Begitu Penting? Stop Beli Kucing dalam Karung!

Valuasi saham adalah tulang punggung dari analisis fundamental. Jika Anda berinvestasi tanpa melakukan valuasi, itu sama saja seperti membeli rumah tanpa melihat luas tanah, kondisi bangunan, atau harga pasaran di lingkungan sekitar—Anda hanya fokus pada angka yang tertera di papan iklan.

Bagi investor, harga yang tertera di pasar (harga saat ini) belum tentu mencerminkan nilai intrinsik atau nilai wajar perusahaan. 

Nilai intrinsik adalah estimasi nilai sebenarnya dari sebuah aset, yang dihitung berdasarkan kemampuan perusahaan menghasilkan kas di masa depan. Perbedaan antara harga pasar dan nilai intrinsik inilah yang menciptakan peluang investasi.

Tujuan utama melakukan cara menghitung valuasi saham adalah untuk menjawab tiga pertanyaan krusial:

  • Apakah saham ini underpriced (lebih murah dari nilai wajar)? ➡️ Peluang Beli.

  • Apakah saham ini overpriced (lebih mahal dari nilai wajar)? ➡️ Peluang Jual atau Hindari.

  • Apakah saham ini memiliki valuasi saham wajar? ➡️ Keputusan tergantung pada strategi investasi lainnya.

Investor ulung, seperti Warren Buffett, selalu menekankan pentingnya membeli saham dengan Margin of Safety (MoS). Namun, untuk bisa menemukan MoS dan mengetahui bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan terlebih dahulu.

Ketidakpastian dan fluktuasi pasar seringkali disebabkan oleh pergerakan saham-saham besar atau "Big Cap". Untuk memahami dampak saham-saham ini lebih jauh, bacalah artikel pilar kami: Apa Saham Big Cap yang Paling Dominan Jadi Penggerak IHSG?



Menemukan Margin of Safety

Kunci Membeli Saham Underpriced

Konsep Margin of Safety (MoS), yang dipopulerkan oleh Benjamin Graham, adalah prinsip paling penting dalam value investing. MoS adalah selisih antara nilai intrinsik yang Anda hitung dan harga pasar saat ini.

Investor yang bijak tidak hanya membeli saham yang dinilai underpriced (harga pasar < nilai intrinsik), tetapi juga memastikan ada diskon yang signifikan (misalnya, MoS 20% atau lebih).


Mengapa Margin of Safety Penting?

  • Pelindung dari Kesalahan Valuasi: Karena valuasi saham bergantung pada asumsi (terutama dalam DCF), MoS berfungsi sebagai bantalan jika asumsi Anda terlalu optimis.

  • Perlindungan dari Risiko Bisnis: Memberikan ruang gerak jika perusahaan menghadapi masalah operasional atau ekonomi yang tak terduga.

  • Peluang Pengembalian Lebih Tinggi: Membeli saham dengan harga diskon yang besar secara otomatis meningkatkan potensi keuntungan Anda.

Membeli saham underpriced dengan MoS yang memadai adalah esensi dari investasi yang sukses, memastikan Anda tidak terjebak dalam pembelian saham overpriced.



Tiga Sudut Pandang Utama dalam Metode Valuasi Saham

Ada tiga kategori utama metode valuasi yang digunakan untuk menentukan nilai intrinsik sebuah perusahaan:

1. Metode Valuasi Berbasis Pendapatan (Income Approach)

  • Pendekatan ini fokus pada nilai tunai masa depan. 

  • Teknik kuncinya adalah Discounted Cash Flow (DCF).

2. Metode Valuasi Berbasis Pasar (Market Approach)

  • Pendekatan ini membandingkan perusahaan target dengan perusahaan sejenis (comparables). 

  • Teknik kuncinya adalah Rasio Valuasi (P/E, P/B, EV/EBITDA).

3. Metode Valuasi Berbasis Aset (Asset Approach)

  • Pendekatan ini berfokus pada nilai aset bersih perusahaan. 

  • Relevan untuk perusahaan holding atau yang akan dilikuidasi.

Mau tahu bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan? Pahami metode dan rasio kunci agar bisa tahu saham itu underpriced atau overpriced

Bagian I: 

Valuasi Intrinsik (The Ultimate Method) - DCF

Metode DCF (Discounted Cash Flow) adalah standar emas dalam valuasi saham karena secara langsung mencerminkan konsep bahwa nilai perusahaan hari ini adalah nilai tunai masa depan yang didiskon ke saat ini.


Langkah-Langkah Praktis Cara Menghitung DCF

1. Proyeksi Arus Kas Bebas (Free Cash Flow - FCF)

  • Proyeksikan Laba Operasional Bersih Setelah Pajak (NOPAT) selama periode proyeksi (misalnya 5 tahun).

  • Hitung FCF: 
    • .

  • FCF adalah uang tunai yang tersedia untuk semua penyedia modal (pemegang saham dan kreditor).

2. Menghitung Tingkat Diskon: WACC

Tingkat diskon yang digunakan adalah WACC (Weighted Average Cost of Capital), yang mencerminkan biaya rata-rata modal perusahaan (biaya utang dan biaya ekuitas). WACC berfungsi sebagai tingkat return minimum yang harus dicapai perusahaan agar nilainya tidak turun.

Bagaimana Cara Menghitung WACC untuk Kebutuhan Valuasi Saham?

  • WACC dihitung berdasarkan proporsi utang dan ekuitas dalam struktur modal, dikalikan dengan biaya masing-masing. 

  • Biaya ekuitas sering dihitung menggunakan model CAPM (Capital Asset Pricing Model). 

  • WACC adalah komponen paling sensitif dalam valuasi DCF.

3. Menghitung Nilai Terminal (Terminal Value - TV)

Karena perusahaan diasumsikan hidup selamanya, kita harus menghitung nilai sisa perusahaan setelah periode proyeksi 5 tahun. 

TV biasanya dihitung menggunakan model pertumbuhan abadi (G-Model):

TV = FCF di Tahun Terakhir × (1 + g) WACC - g


g adalah tingkat pertumbuhan abadi (biasanya mendekati inflasi atau pertumbuhan PDB jangka panjang).

4. Menghitung Nilai Intrinsik (Present Value)

  • Diskon semua FCF yang diproyeksikan (Tahun 1 hingga 5) menggunakan WACC.

  • Diskon Nilai Terminal (TV) ke nilai saat ini.

  • Jumlahkan semua nilai terdiskon untuk mendapatkan Enterprise Value (EV).

  • Nilai Intrinsik Saham: 
    • Jumlah Saham Beredar.


Sensitivitas DCF: 

Kelemahan Utamanya

  • Menurut Keluarga Atomy, keindahan DCF terletak pada logikanya, tetapi kelemahannya terletak pada asumsi. 

  • Hasil valuasi saham melalui DCF sangat sensitif terhadap perubahan kecil pada growth rate dan WACC

  • Peningkatan 1% pada WACC atau penurunan 1% pada tingkat pertumbuhan dapat mengubah nilai intrinsik hingga 20%40%

  • Oleh karena itu, investor harus melakukan analisis sensitivitas untuk menemukan rentang nilai yang wajar, bukan hanya satu angka pasti.



Bagian II: 

Valuasi Relatif (Metode Rasio Cepat)

Metode valuasi relatif menggunakan rasio valuasi untuk menentukan apakah sebuah saham underpriced atau overpriced dibandingkan dengan pesaingnya.


1. P/E Ratio (Price to Earning Ratio) dan Perangkapnya

P/E Ratio adalah rasio terpopuler.


P/E = Harga Saham Earning per Share (EPS)

Contoh Perhitungan P/E:

  • Perusahaan Beta: Harga Saham Rp 10.000, EPS Rp 500.

  • P/E Beta: .

  • Jika rata-rata industri adalah 15x, maka Beta dinilai 20x (premi) dan dapat dianggap relatif overpriced, kecuali jika memiliki pertumbuhan laba yang superior.

2. P/B Ratio (Price to Book Ratio)

P/B Ratio sangat relevan untuk perusahaan padat modal.


P/B = Harga Saham Book Value per Share (BVPS)

Contoh Perhitungan P/B:

  • Perusahaan Gamma: Harga Saham Rp 2.500, BVPS Rp 1.000.

  • P/B Gamma: .

  • Jika P/B industri 1.5x, Gamma overpriced dibandingkan aset. 

  • Jika P/B , saham dianggap potensial underpriced (membeli aset bersih dengan diskon).


EV/EBITDA: 

3. Ketika Utang dan Depresiasi Berperan

Rasio EV/EBITDA ( Enterprise Value / EBITDA ) sering dianggap lebih "adil" untuk perbandingan antar perusahaan karena menghilangkan dampak kebijakan keuangan (bunga/utang) dan akuntansi (depresiasi).

Kapan EV/EBITDA Lebih Unggul dari P/E?

  • EV/EBITDA lebih superior saat membandingkan perusahaan dengan tingkat utang yang sangat berbeda atau perusahaan yang memiliki aset besar yang menghasilkan biaya depresiasi tinggi (misalnya, sektor telekomunikasi, energi, atau manufaktur berat). 

  • Karena P/E dipengaruhi oleh utang dan pajak, EV/EBITDA memberikan gambaran yang lebih murni tentang kinerja operasional inti. 

  • Jika Anda menilai perusahaan dengan utang besar, fokus pada EV/EBITDA lebih akurat.


PEG Ratio: 

4. Kunci Valuasi Pertumbuhan

Untuk mengatasi masalah saham dengan P/E tinggi yang mungkin tidak overpriced, kita menggunakan PEG Ratio (Price/Earning to Growth Ratio). 

Rasio ini memasukkan unsur pertumbuhan laba ke dalam valuasi.


PEG Ratio = P/E Ratio Tingkat Pertumbuhan Laba per Tahun (%)


Interpretasi PEG Ratio:

  • PEG : Dianggap underpriced atau memiliki valuasi saham wajar yang sangat menarik. 
    • Ini berarti Anda membayar harga P/E yang rendah relatif terhadap tingkat pertumbuhan laba yang diharapkan.

  • PEG : Dianggap overpriced
    • Anda membayar harga P/E yang tinggi untuk setiap persentase pertumbuhan yang Anda dapatkan.

Contoh Kasus PEG:

  • Saham Pertumbuhan Alpha: P/E 40x, Pertumbuhan EPS 40%

    • . (Wajar)

  • Saham Pertumbuhan Beta: P/E 20x, Pertumbuhan EPS 10%
    • . (Overpriced)

Dalam contoh ini, Alpha dengan P/E 40x ternyata memiliki valuasi yang lebih wajar daripada Beta dengan P/E 20x, berkat pertumbuhan yang lebih tinggi.



Tabel Komparasi Metode Valuasi


Metode Valuasi Fokus Utama Kelebihan Kekurangan Relevansi
DCF (Discounted Cash Flow) Nilai Intrinsik / Arus Kas Masa Depan Paling fundamental, menentukan nilai "sebenarnya" Sangat sensitif terhadap asumsi (WACC, pertumbuhan) Semua perusahaan, terutama yang stabil dan mudah diprediksi
P/E Ratio Laba Perusahaan Sederhana, mudah diakses Tidak memperhitungkan utang, sensitif terhadap siklus ekonomi Perusahaan dengan laba positif yang stabil
EV/EBITDA Profitabilitas Operasional Mengabaikan dampak utang dan depresiasi Data kurang umum, mengabaikan beban kas non-operasional Perusahaan dengan utang atau aset besar (telekomunikasi, energi)
P/B Ratio Nilai Aset Bersih Baik untuk menilai risiko likuidasi Mengabaikan aset tak berwujud (merek, SDM) Perbankan, holding, perusahaan padat modal



Perangkap Valuasi: 

Mengapa Angka Valuasi Bisa Menipu

Ketika belajar cara menghitung valuasi saham, investor sering jatuh ke dalam perangkap yang membuat hasil perhitungan mereka menjadi tidak valid.


1. Value Trap (Jebakan Nilai)

Saham terlihat sangat underpriced (P/E atau P/B sangat rendah, MoS tinggi), tetapi ternyata murah karena ada alasan fundamental yang serius (misalnya, teknologi usang, penurunan industri permanen, atau manajemen buruk). 

Menurut Keluarga Atomy, seorang investor harus selalu mengkonfirmasi hasil valuasi kuantitatif dengan analisis kualitatif (kualitas bisnis, industri, dan manajemen) untuk menghindari value trap.


2. Mengabaikan Kualitas Arus Kas

Beberapa perusahaan memiliki laba tinggi (EPS bagus, P/E terlihat murah) tetapi arus kasnya negatif atau kecil. Jika perusahaan tidak mengubah laba akuntansi menjadi uang tunai (FCF), valuasi P/E-nya menjadi tidak berarti. 

Selalu cek Arus Kas Operasi (CFO) dan FCF saat menilai rasio laba.


3. Garbage In, Garbage Out (GIGO)

Terutama pada DCF, jika Anda memasukkan asumsi pertumbuhan yang tidak realistis (misalnya, 30% selama 10 tahun untuk industri mature), hasil nilai intrinsik akan fantastis tetapi palsu. 

Asumsi harus selalu konservatif dan didukung oleh data historis dan tren industri yang valid.



Frequently Asked Questions (FAQ)


1. Apa perbedaan antara P/E Ratio dan P/B Ratio?

  • P/E Ratio mengukur harga saham relatif terhadap laba (pendapatan), ideal untuk perusahaan yang berorientasi laba. 

  • P/B Ratio mengukur harga saham relatif terhadap nilai buku (aset bersih), ideal untuk perusahaan padat modal seperti bank atau properti.


2. Kapan sebuah saham bisa disebut 'underpriced'?

  • Sebuah saham disebut underpriced ketika harga pasarnya saat ini jauh lebih rendah daripada nilai intrinsik atau nilai wajar yang Anda hitung melalui metode valuasi saham, seperti DCF, memberikan Margin of Safety yang besar. 

  • Secara relatif, saham dengan PEG Ratio <1 sering dianggap underpriced.


3. Metode valuasi mana yang paling akurat?

  • Tidak ada metode tunggal yang "paling akurat." 

  • Metode DCF (Discounted Cash Flow) dianggap paling fundamental karena berfokus pada nilai arus kas masa depan. 

  • Namun, hasilnya sangat bergantung pada asumsi. 

  • Analis profesional selalu merekomendasikan penggunaan multipel metode valuasi (DCF dan relatif) untuk mendapatkan rentang nilai yang lebih solid.


4. Apa itu EV/EBITDA dan mengapa itu penting?

  • EV/EBITDA membandingkan Enterprise Value (nilai total perusahaan, termasuk utang) dengan EBITDA (profitabilitas operasional sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi). 

  • Rasio ini penting karena memberikan pandangan yang lebih "bersih" dari kinerja operasional inti, menghilangkan distorsi akibat kebijakan utang dan akuntansi (seperti depresiasi), menjadikannya ideal untuk membandingkan perusahaan dengan struktur modal yang berbeda.


5. Apa fungsi Margin of Safety (MoS) dalam valuasi?

  • Margin of Safety (MoS) adalah selisih diskon antara harga pasar dan nilai intrinsik saham. 

  • MoS berfungsi sebagai bantalan atau perlindungan Anda dari kesalahan perhitungan valuasi saham atau dari risiko bisnis yang tak terduga. 

  • Investor yang fokus membeli saham underpriced selalu mencari MoS yang substansial.


6. Apakah saham dengan P/E tinggi selalu 'overpriced'?

  • Tidak selalu. 

  • Saham dengan P/E Ratio tinggi seringkali overpriced jika pertumbuhannya lambat. 

  • Namun, P/E tinggi dapat dibenarkan jika perusahaan adalah growth stock dengan tingkat pertumbuhan laba (EPS Growth) yang sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh PEG Ratio yang rendah (idealnya 1).


7. Bagaimana cara praktis menggunakan P/E Ratio untuk valuasi wajar?

  • Gunakan P/E Ratio dengan tiga cara: 
    • Bandingkan P/E perusahaan dengan P/E rata-rata historisnya; 

    • Bandingkan dengan P/E pesaing utama; 

    • Gunakan bersama PEG Ratio untuk memasukkan faktor pertumbuhan. 

  • Nilai valuasi saham wajar adalah ketika P/E relatif rendah, atau ketika P/E-nya tinggi tetapi didukung oleh pertumbuhan yang lebih tinggi.


Mau tahu bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan? Pahami metode dan rasio kunci agar bisa tahu saham itu underpriced atau overpriced


Kesimpulan: 

Seni dan Ilmu Valuasi

Valuasi saham adalah keterampilan mendasar yang memisahkan investor yang berspekulasi dari investor yang sebenarnya. 

Memahami cara menggunakan DCF (Discounted Cash Flow) untuk menemukan nilai intrinsik dan memastikan Margin of Safety, serta cara membandingkan perusahaan menggunakan P/E Ratio, P/B Ratio, EV/EBITDA, dan PEG Ratio adalah kunci untuk mengidentifikasi saham underpriced atau overpriced.

Jangan pernah berinvestasi hanya berdasarkan rumor atau grafik harga. Selalu lakukan analisis fundamental Anda sendiri dan gunakan multipel metode valuasi untuk menguatkan keyakinan Anda terhadap valuasi saham wajar yang Anda temukan.


Call-to-Action (CTA)

Sekarang setelah Anda memahami inti dari valuasi, langkah apa yang akan Anda ambil untuk menganalisis portofolio Anda? Bagikan pendapat dan pengalaman Anda dalam menghitung valuasi di kolom komentar di bawah dan mari kita berdiskusi!


Sumber Referensi

Berikut adalah daftar sumber referensi yang relevan dan kredibel untuk mendukung validitas dan kedalaman artikel Anda. 

Pastikan untuk menautkan setiap sumber secara langsung di dalam teks artikel ketika Anda mengutip atau merujuk pada informasi tertentu, seperti yang telah direncanakan di kerangka awal.

1.  Investopedia: Valuation Methods

  • Mengapa relevan: Menyediakan definisi dan gambaran umum yang jelas mengenai berbagai metode valuasi, cocok sebagai sumber dasar untuk DCF dan rasio valuasi.


2.  Aswath Damodaran: Musings on Markets

  • Mengapa relevan: Blog dari "Dekan Valuasi" ini adalah sumber otoritatif untuk metodologi valuasi mendalam, khususnya DCF dan penentuan WACC.


3.  Investopedia: Price-to-Earnings Ratio (P/E Ratio)

  • Mengapa relevan: Menjelaskan P/E Ratio secara rinci, termasuk cara hitung dan interpretasinya dalam konteks saham underpriced atau overpriced.


4.  Investopedia: EV/EBITDA

  • Mengapa relevan: Menjadi rujukan utama untuk penjelasan teknis mengenai EV/EBITDA dan mengapa rasio ini seringkali lebih akurat dibandingkan P/E untuk perbandingan lintas perusahaan.

Posting Komentar untuk "Bagaimana cara menghitung valuasi saham sebuah perusahaan?"

Terima kasih atas donasi Anda yang murah hati.